Sabtu, 29 Oktober 2016

Kamus Munawwir

Biografi Wahbah Zuhaili Lengkap

Syaikh Prof.Dr.Wahbah Az Zuhaili adalah cerdik cendikia (alim allamah) yang menguasai berbagai disiplin ilmu (mutafannin). seorang ulama fikih kontemporer peringkat dunia, pemikiran fikihnya menyebar ke seluruh dunia Islam melalui kitab-kitab fikihnya. Beliau dilahirkan di desa Dir `Athiah, utara Damaskus, Syiria pada tahun 1932 M. dari pasangan Mustafa dan Fatimah binti Mustafa Sa`dah.Ayah beliau berprofesi sebagai pedagang sekaligus seorang petani.

Beliau mulai belajar Al Quran dan sekolah ibtidaiyah di kampungnya. Dan setelah menamatkan ibtidaiyah di Damaskus pada tahun 1946 M. beliau melanjutkan pendidikannya di Kuliah Syar`iyah dan tamat pada 1952 M. Ketika pindah ke Kairo beliau mengikuti kuliah di beberapa fakultas secara bersamaan, yaitu di Fakultas Syari'ah, Fakultas Bahasa Arab di Universitas Al Azhar dan Fakultas Hukum Universitas `Ain Syams. Beliau memperoleh ijazah sarjana syariah di Al Azhar dan juga memperoleh ijazah takhassus pengajaran bahasa Arab di Al Azhar pada tahun 1956 M. Kemudian memperoleh ijazah Licence (Lc) bidang hukum di Universitas `Ain Syams pada tahun 1957 M, Magister Syariah dari Fakultas Hukum Universitas Kairo pada tahun 1959 M dan Doktor pada tahun 1963 M. Gelar doktor di bidang hukum (Syariat Islam) beliau peroleh dengan predikat summa cum laude (Martabatus Syarof Al-Ula) dengan disertasi berjudul "Atsarul Harbi Fil Fiqhil Islami, Dirosah Muqoronah Bainal Madzahib Ats-Tsamaniyah Wal Qonun Ad-Dauli Al-'Am" (Beberapa pengaruh perang dalam fiqih Islam, Kajian perbandingan antara delapan madzhab dan undang-undang internasional) . Sungguh catatan prestasi yang sangat cemerlang.

Satu catatan penting bahwa, Syaikh Wahbah Az Zuhaili senantiasa menduduki ranking teratas pada semua jenjang pendidikannya. Ini semua menunjukkan ketekunan beliau dalam belajar. Menurut beliau, rahasia kesuksesannya dalam belajar terletak pada kesungguhannya menekuni pelajaran dan menjauhkan diri dari segala hal yang mengganggu belajar. Moto hidupnya adalah, “Inna sirron najah fil-hayat, ihsanus shilah billahi `azza wa jalla”, (Sesungguhnya, rahasia kesuksesan dalam hidup adalah membaikkan hubungan dengan Alloh `Azza wa jalla).

Karir Akademis

Setelah memperoleh ijazah Doktor, pekerjaan pertama Syaikh Wahbah Az Zuhailli adalah staf pengajar pada Fakultas Syariah, Universitas Damaskus pada tahun 1963 M, kemudian menjadi asisten dosen pada tahun 1969 M dan menjadi profesor pada tahun 1975 M. Sebagai guru besar, ia menjadi dosen tamu pada sejumlah univesritas di negara-negara Arab, seperti pada Fakultas Syariah dan Hukum serta Fakultas Adab Pascasarjana Universitas Benghazi, Libya; pada Universitas Khurtum, Universitas Ummu Darman, Universitas Afrika yang ketiganya berada di Sudan. Beliau juga pernah mengajar pada Universitas Emirat Arab.

Beliau juga menghadiri berbagai seminar internasional dan mempresentasikan makalah dalam berbagai forum ilmiah di negara-negara Arab termasuk di Malaysia dan Indonesia. Akan tetapi, di Medan belum pernah. Ia juga menjadi anggota tim redaksi berbagai jurnal dan majalah, dan staf ahli pada berbagai lembaga riset fikih dan peradaban Islam di Siria,Yordania, ArabSaudi,Sudan, India, dan Amerika.

Karya Ilmiah

Syaikh Wahbah Az Zuhaili sangat produktif menulis, mulai dari artikel dan makalah sampai kepada kitab besar yang terdiri atas beberapa jilid. Baru-baru ini beliau merampungkan penulisan ensiklopedia fiqih yang beliau tulis sendiri brjudul, "Maus'atul Fiqhil Islami Wal-Qodhoya Al-Mu'ashiroh" yang telah diterbitkan Darul Fikr dalam 14 jilid.

Di antara karya-karya beliau adalah:
• Al Fiqhul Islami wa Adillatuh
• At Tafsir Al Munir
• Al Fiqhul Islami fi uslubih Al Jadid
• Nadhoariyatudh Dhorurot Asy Syari`yah
• Ushuul Fiqh Al Islami
• Adz-Dzarai`ah fs Siyasah Asy Syari`ah
• Al `Alaqot ad-Dualiyah fil Islam
• Juhud Taqnin Al Fiqh Al Islami
• Al Fiqhul Hanbali Al Muyassar.
• Al Fiqhul Hanafi Al Muyassar
• Al Fiqhus Syafi'i Al Muyassar

Dr.Badi` As Sayyid Al Lahham dalam biografi Syaikh Wahbah yang ditulisnya dalam buku yang berjudul, "Wahbah Az Zuhaili al -`Alim, Al Faqih, Al Mufassir" menyebutkan 199 karya tulis Syaikh Wahbah selain jurnal, beliau juga500-an karya dalam bentuk makalah ilmiah. Demikian produktifnya Syaikh Wahbah dalam menulis sehingga Dr. Badi` mengumpamakannya seperti Imam As Suyuthi dimasa lampau.

Biografi ar-Razi Lengkap

Biografi Fahkruddin ar-Razi
Salah satu ilmuwan muslim yang pernah hidup adalah Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi atau dikenali sebagai Rhazes di dunia barat merupakan salah seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun 864 – 930. Beliau lahir di Rayy, Teheran pada tahun 251 H./865 dan wafat pada tahun 313 H/925. Di awal kehidupannya, al-Razi begitu tertarik dalam bidang seni musik. Namun al-Razi juga tertarik dengan banyak ilmu pengetahuan lainnya sehingga kebanyakan masa hidupnya dihabiskan untuk mengkaji ilmu-ilmu seperti kimia, filsafat, logika, matematika dan fisika.


Walaupun pada akhirnya beliau dikenal sebagai ahli pengobatan seperti Ibnu Sina, pada awalnya al-Razi adalah seorang ahli kimia.? Menurut sebuah riwayat yang dikutip oleh Nasr (1968), al-Razi meninggalkan dunia kimia karena penglihatannya mulai kabur akibat ekperimen-eksperimen kimia yang meletihkannya dan dengan bekal ilmu kimianya yang luas lalu menekuni dunia medis-kedokteran, yang rupanya menarik minatnya pada waktu mudanya.? Beliau mengatakan bahwa seorang pasien yang telah sembuh dari penyakitnya adalah disebabkan oleh respon reaksi kimia yang terdapat di dalam tubuh pasien tersebut. Dalam waktu yang relatif cepat, ia mendirikan rumah sakit di Rayy, salah satu rumah sakit yang terkenal sebagai pusat penelitian dan pendidikan medis.? Selang beberapa waktu kemudian, ia juga dipercaya untuk memimpin rumah sakit di Baghdad..

Beberapa ilmuwan barat berpendapat bahwa beliau juga merupakan penggagas ilmu kimia modern. Hal ini dibuktikan dengan hasil

Kamis, 27 Oktober 2016

Riwayat Ibn Katsir Lengkap

Biografi Ibn Katsir 
Ibnu Katsir adalah seorang yang ahli tentang ilmu-ilmu al-Qur'an dan as-Sunnah, sejarah umat-umat terdahulu dan yang akan datang. Allah memberinya karunia berupa pandangan yang tajam dan mendalam tentang sunnatullah yang terjadi berkaitan dengan kemaslahatan, kerusakan, kemajuan, kemunduran serta kehancuran umat ini. Kitabnya, Tafsir Ibnu Katsir, merupakan kitab paling penting yang ditulis dalam masalah tafsir al-Qur'anul 'Adziim, paling agung, paling banyak diterima dan tersebar di tengah umat ini.
Beliau adalah Imam yang mulia Abul Fida' 'Imaduddin Isma'il bin "umar bih Katsir al-Quraasyi al-Bushrawi yang berasal dari kota Bashrah, Irak, kemudian menetap, belajar dan mengajar di Damaskus. Dilahirkan di Mijdal, sebuah tempat di kota Bashrah pda tahun 701 H (1302 M). 
Ayah beliau adalah seorang khatib di kota itu. Ayahnya meninggal ketika beliau baru berusia 4 tahun. Kemudian beliau diasuh oleh kakaknya, Syaikh 'Abdul Wahhab dan dialah yang mendidik beliau di usia dininya. Kemudian beliau pindah ke Damaskus, negeri Syam yand dijaga pada tahun 706 H, ketika beliau berusia 5 tahun.

1. Guru-Guru Ibnu Katsir
  1. Syaikh Burhanuddin Ibrahim bin'Abdirrahman al-Fazari (Ibnul Farkah), wafat 729 H.
  2. Isa bin al-Muth'im 
  3. Ahmad bin Abi Thalib, (Ibnusy Syahnah)
  4. Ibnul Hajjar (wafat 730 H.)
  5. Bahauddin al-Qasim bin Muzhaffar ibnu 'Asakir, muhaddits Syam, wafat 723 H.
  6. Ibnu Asy-Syirazi
  7. Ishaq bin Yahya al-Amidi 'Afifuddin, ulama Ahafiriyyah, wafat 725 H.
  8. Muhammad Ibnu Zarrad
  9. Menyertai Syaikh Jamaluddin Yusuf bin az-Zaki al-Mizzi, wafat 742 H, Ibnu Katsir mendapat banyak faedah dan menimba ilmu darinya dan akhirnya menikahi puterinya.
  10. Syaikhul Islam Taqiyyuddin Ahmad bin 'Abdil Halim bin 'Abdis Salam bin Taimiyyah yang wafat pada 728 H.
  11. Syaikh al-hafidz, seorang ahli tarikh (sejarah), Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin 'Utsman bin Qayimaz adz-Dzahabi, wafat 728 H.
  12. Dan ulama Mesir yang memberi beliau ijazah adalah Abu Musa al-Qarafi, Abul Fath ad-Dabbusi, 'Ali bin 'Umar as-Sawani dan lain-lain.

2. Komentar Para Ulama Mengenai Ibnu Katsir

  1. Adz-Dzahabi: "Beliau adalah seorang Imam lagi pemberi fatwa, muhaddits yang pakar, faqih (ahli fikih) yang berwawasan luas, mufassir (ahli tafsir) dan memiliki banyak tulissan yang bermanfaat."(dalam al-Mu'jami al-Mukhashsh).
  2. Ibnu Hajar al-Atsqalani:" Beliau selalu menyibukkan diri dengan hadits, menelaan matan dan rijal hadits, beliau adalah orang yang memiliki hafalan yang banyak, kecerdasan yang bagus, memiliki banyak karya tulis semasa hidupnya dan telah memberikan manfaat yang sangat banyak kepada orang-orang sepeninggal beliau." (dalam ad-Duraar al-Kaaminah).
  3. Abul Mahasin Jamaluddin Yusuf Ibnu Saifuddi (Ahli sejarah): "Beliau ulama yang banyak berkarya, terus bekerja, meraup ilmu dan menulis, pakar dalam bidang fikih, tafsir dan hadits. Beliau mengumpulkan, mengarang, mengajar, menyampaikan hadits dan melulis. Beliau memiliki penelaahan yang luas dalam ilmu hadits, tafsir, fikih, Bahasa Arab dan ilmu-ilmu lainnya. Beliau mengeluarkan fatwa dan mengajar hingga beliau wafat, Beliau memiliki hafalan yang kuat dan tulisan yang bagus, ia telah mencapai puncak dalam ilmu sejarah, hadits dan tafsir.

3. Murid-Murid Ibnu Katsir
  1. Ibnu Haji. Ia adalah seorang yang memiliki hafalan paling kuat terhadap matan-matan hadits. paling tahu tentang cacat-cacat hadits, perawi-perawinya, shahih dan dha'ifnya.
  2. Al-Hafidz al-Kabir 'Imaduddin, hafalannya banyak dan jarang lupa, pemahamannya baik, ilmu bahasa arabnya tinggi. Ia dikenal dengan kekuatan hafalan dan keelokan karangannya.
  3. Dan masih banyak lagi.

4. Karya-Karya Ibnu Katsir
  1. Kitab Tafsir al-Qur'an. Kitab ini adalah sebaik-baik kitab tafsir dengan riwayat, telah diterbitkan berulang kali dan telah diringkas oleh banyak ulama.
  2. Al-Bidaayah wan-Nihaayah (kitab sejarah-14 jilid), Di dalamnya disebutkan tentang kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu, sirah Nabawiyyah, sejarah Islam hingga jamannya, ditambah denan pembahasan tentang fitnah dan tanda-tanda hari Kiamat serta keadaan pada hari akhir dan al-Malaahim (pertumpahan darah) dan telah ditahqiq oleh banyak ulama.
  3. At-Takmiil fii Ma'rifatits Tsiqaat wadh Dhu'afaa' wal Majaahil. Di dalamnya terangkum dua kitab dari tulisan guru beliau, al-Mizzi dan adz-Dzahabi, dengan disertai bebeapa tambahan yang bermanfaat dalam masalah al-Jarb wat ta'diil.
  4. Al-Hadyu was Sunan fii Ahaadiitsil Masaaniid was Sunan yang dikenal dengan nama Jaami' al-masaaniid. Di dalamnya merangkum Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, al-Bazzaar, Abu Ya'la al-Mushili, Ibnu Abi Syaibah, beserta Kutubus-Sittah, yaitu Shahih Bukhari dan Shahih Muslim serta Kitab sunan yang empat.Beliau menyusunnya berdasarkan bab-bab fikih, dan baru-baru ini telah dicetak beberapa juz darinya.
  5. Thabaaqat asy-Syfi'iyyah dengan ukuran sedang disertai biografi Imam Syafi'i.
  6. Beliau mentakhrij hadits-hadits yang digunakan sebagai dalil dalam kitab at-Tanbiih fii Fiqh asy-Syafi'i.
  7. Memulai penulisan Syarah Shahih al-Bukhari dan belum sempat menyelesaikannya.
  8. Beliau menulis kitab bersar dalam masalah-masalah hukum tapi belum sempat menyelesaikannya, tulisannya sudah sampai pada bab haji.
  9. Ringkasan kitab al-Madkhal, karya al-Baihaqi, dan sebagian belum diterbitkan.
  10. Meringkas kitab 'Uluumul Hadits karya Abu 'Amr bin ash-Shalah yang beliau beri judul "Mukhtashar 'Ulumil Hadits."
  11. As-Siiraah an-Nabawiyyah yang panjang (bagian dari kitab al-Bidaayah)
  12. Risalah dalam masalah jihad yang diberi judul al-Ijtihaad fii Thalabil Jihaad, yang telah dicetak ulang beberapa kali.

5. Wafatnya Ibnu Katsir
Ibnu Hajar al-Atsqalani berkata: "Beliau kehilangan penglihatan di akhir hayatnya dan wafat di Damaskus Suriah pada tahun 774 H/1373 M. Semoga Allah mencurahkan rahmat seluas-luasnya kepda beliau dan menempatkan beliau di surga-Nya yang luas, amin.....
Semoga bermanfaat.
           ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ           
Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”

Rabu, 26 Oktober 2016

Analisis Tafsir al-Misbah


A. Pendahuluan
Tafsir adalah penjelasan Alquran. Bagi orang asing, Alquran perlu diperjelas supaya dapat dicerna, apakah itu dari tejemahan, atau penjelasan. Terjemahan atau penjelasan sendiri tergolong dalam tafsir. Di Indonesia khususnya, tidak semua masyarakat Islam dapat memahami ayat Alquran secara langsung, perlu adanya terjemahan resmi dan standar, dalam hal ini, telah dilakukan dan distandarkan oleh Departemen Agama. Jauh dari itu, banyak para pemikir ke-Islaman di Indonesia, juga menafsirkan ayat-ayat Alquran, seperti HAMKA, Hasbi ash-Shiddiqi, dll.
Quraish Shihab, adalah pemikir kontemporer, yang masih hidup dan eksis, yang mengkidmatkan dirinya untuk Islam. Di antara usaha itu adalah dia ikut dalam tim penerjemah Alquran Departemen Agama, selain memiliki Alquran terjemahan pribadi. Dia juga menafsirkan Alquran secara lengkap, tiga puluh juz, dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Nama tafsir Quraish Shihab itu adalah Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. Tafsir ini terdiri dari lima belas volume, dan menafsirkan Alquran secara lengkap, tiga puluh juz Alquran.
Tafsir Quraish Shihab ini sangat berpengaruh di Indonesia. Bukan hanya menggunakan corak baru dalam penafsiran, yang berbeda dengan pendahulunya, beliau juga menyesuaikan dengan konteks ke-Indonesiaan. Sesuai dengan namanya, al-Mishbah yang berarti penerang, lampu, lentera, atau sumber cahaya, penulis tafsir, Quraish Shihab, berharap dengan tafsirnya ini, masyarakat Indonesia akan tercerahkan, dan memiliki pandangan baru yang positif terhadap Alquran dan Islam.
Tafsir Al-Mishbah telah dicetak berulang kali, di antaranya dicetak oleh Penerbit Lentera Hati di Ciputat pada tahun 2009, dengan edisi lux dan dengan tampilan yang membuat pembaca tertarik untuk membacanya.
Dalam artikel yang sederhana ini, penulis berusaha membahas latar belakang penulis tafsir, metodologi yang digunakan, corak penafsiran yang digunakan, contoh penafsiran, komentar ulama, dan analisis kelebihan dan kelemahan.
B. Latar Belakang Intelektual Penulis
            Penulis Tafsir al-Mishbah bernama Muhammad Quraish Shihab, lahir di Rampang, Sulawesi Selatan, pada 16 Februari 1944. Ia berasal dari keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Ayahnya, Prof. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang ulama, pengusaha, dan politikus yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya membina dua perguruan tinggi di Ujung Pandang, yaitu Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebuah perguruan tinggi swasta terbesar di kawasan Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin Ujung Pandang. Ia juga tercatat sebagai rektor pada kedua perguruan tinggi tersebut: UMI 1959-1965 dan IAIN 1972–1977.
Quraish Shihab sama seperti anak-anak yang lain, ia juga mengenyam pendidikan. Pendidikan dasarnya, ia selesaikan di di Ujung Pandang, selanjutnya, Quraish Shihab belajar di pendidikan menengahnya di Malang. Tidak hanya itu, dia juga ‘nyantri’ di Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah. Pada 1958, dia berangkat ke Kairo, Mesir, dan diterima di kelas II Tsanawiyyah al-Azhar. Pada 1967, dia meraih gelar Lc. (S-1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadis Universitas al-Azhar. Kemudian dia melanjutkan pendidikannya di fakultas yang sama, dan pada 1969 meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang Tafsir Alquran dengan tesis berjudul      al-I'jaz al-Tasyri'iy li al-Qur’an al-Karim.[1]
Sekembalinya ke Ujung Pandang, Quraish Shihab dipercayakan untuk menjabat Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin, Ujung Pandang. Selain itu, dia juga diserahi jabatan-jabatan lain, baik di dalam kampus seperti Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Wilayah VII Indonesia Bagian Timur), maupun di luar kampus seperti Pembantu Pimpinan Kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental. Selama di Ujung Pandang ini, dia juga sempat melakukan berbagai penelitian; antara lain, penelitian dengan tema "Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur" (1975) dan "Masalah Wakaf Sulawesi Selatan" (1978).[2]
Pada 1980, Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikannya di almamaternya yang lama, Universitas Al-Azhar. Pada 1982, dengan disertasi berjudul Nazhm al-Durar li al-Biqa'iy, Tahqiq wa Dirasah, dia berhasil meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu Alquran dengan yudisium Summa Cum Laude disertai penghargaan tingkat I (mumtat ma'a martabat al-syaraf al-'ula).
Sekembalinya ke Indonesia, sejak 1984, Quraish Shihab ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pasca-Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Selain itu, di luar kampus, dia juga dipercayakan untuk menduduki berbagai jabatan. Antara lain: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984); Anggota Lajnah Pentashih Al-Quran Departemen Agama (sejak 1989); Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (sejak 1989), dan Ketua Lembaga Pengembangan. Dia juga banyak terlibat dalam beberapa organisasi profesional; antara lain: Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syari'ah; Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; dan Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).[3]
Di sela-sela segala kesibukannya itu, dia juga terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah di dalam maupun luar negeri. Yang tidak kalah pentingnya, Quraish Shihab juga aktif dalam kegiatan tulis-menulis. Di surat kabar Pelita, pada setiap hari Rabu dia menulis dalam rubrik "Pelita Hati." Dia juga mengasuh rubrik "Tafsir Al-Amanah" dalam majalah dua mingguan yang terbit di Jakarta, Amanah. Selain itu, dia juga tercatat sebagai anggota Dewan Redaksi majalah Ulumul Qur'an dan Mimbar Ulama, keduanya terbit di Jakarta.[4]
            Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar Alquran dan tafsir  di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan meyampaikan pesan-pesan Alquran dalam konteks kekinian dan masa post modern membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar Alquran dan tafsir lainnya. Dalam hal penafsiran, ia cenderung menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir maudu’i (tematik), yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat Alquran yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan. Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkapkan pendapat-pendapat Alquran tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat Alquran sejalan dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat.
Ketertarikannya terhadap tafsir Alquran sangat beralasan. Semenjak kecil ia didik dengan Alquran, karena Ayahnya adalah pakar Alquran dan tafsir. Quraish kecil telah menjalani pergumulan dan kecintaan terhadap Alquran sejak umur 6-7 tahun. Ia harus mengikuti pengajian Alquran yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Selain menyuruh membaca Alquran, ayahnya juga menguraikan secara sepintas kisah-kisah dalam Alquran. Di sinilah, benih-benih kecintaannya kepada Alquran mulai tumbuh.[5]
            Sebagai ulama yang produktif, Quraish Shihab memiliki banyak karya, sebagai berikut:
  1. Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang, IAIN Alauddin, 1984);
  2. Untaian Permata Buat Anakku (Bandung: Mizan 1998);
  3. Pengantin al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati, 1999);
  4. Haji Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1999);
  5. Sahur Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan 1999);
  6. Shalat Bersama Quraish Shihab (Jakarta: Abdi Bangsa);
  7. Puasa Bersama Quraish Shihab (Jakarta: Abdi Bangsa);
  8. Fatwa-fatwa (4 Jilid, Bandung: Mizan, 1999);
  9. Satu Islam, Sebuah Dilema (Bandung: Mizan, 1987);
  10. Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987);
  11. Pandangan Islam Tentang Perkawinan Usia Muda (MUI & Unesco, 1990);
  12. Kedudukan Wanita Dalam Islam (Departeman Agama);
  13. Membumikan al-Qur'an (Bandung: Mizan, 1994);
  14. Lentera Hati (Bandung: Mizan, 1994);
  15. Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996);
  16. Wawasan al-Qur'an (Bandung: Mizan, 1996);
  17. Tafsir al-Qur'an (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997);
  18. Hidangan Ilahi, Tafsir Ayat-ayat Tahlili (Jakarta: Lentara Hati, 1999);
  19. Jalan Menuju Keabadian (Jakarta: Lentera Hati, 2000);
  20. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an (15 Jilid, Jakarta: Lentera Hati, 2003);
  21. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah; dalam Pandangan Ulama dan Cendekiawan Kontemporer (Jakarta: Lentera Hati, 2004);
  22. Dia di Mana-mana; Tangan Tuhan Di balik Setiap Fenomena (Jakarta: Lentera Hati, 2004);
  23. Perempuan (Jakarta: Lentera Hati, 2005);
  24. Logika Agama; Kedudukan Wahyu & Batas-Batas Akal Dalam Islam (Jakarta: Lentera Hati, 2005);
  25. Rasionalitas al-Qur'an; Studi Kritis atas Tafsir al-Manar (Jakarta: Lentera Hati, 2006);
  26. Menabur Pesan Ilahi; al-Qur'an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006);
  27. Wawasana al-Qur'an; Tentang Dzikir dan Doa (Jakarta: Lentera Hati, 2006);
  28. Asma' al-Husna; Dalam Perspektif al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati);
  29. Al-Lubab; Makna, Tujuan dan Pelajaran dari al-Fatihah dan Juz 'Amma (Jakarta: Lentera Hati);
  30. 40 Hadits Qudsi Pilihan (Jakarta: Lentera Hati);
  31. Berbisnis dengan Allah; Tips Jitu Jadi Pebisnis Sukses Dunia Akhirat (Jakarta: Lentera Hati);
  32. Menjemput Maut; Bekal Perjalanan Menuju Allah Swt. (Jakarta: Lentera Hati);
  33. M. Quraish Shihab Menjawab; 101 Soal Perempuan yang Patut Anda Ketahui (Jakarta: Lentera Hati);
  34. M. Quraish Shihab Menjawab; 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui (Jakarta: Lentera Hati);
  35. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Jin dalam al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati);
  36. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Malaikat dalam al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati);
  37. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Setan dalam al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati);
  38. Al-Qur'an dan Maknanya (Jakarta: Lentera Hati);
  39. Membumikan al-Qur'an Jilid 2; Memfungsikan Wahyu dalam Kehidupan (Jakarta: Lentera Hati).
Dengan tidak bermaksud menempatkan Quraish Shihab sebagai ulama yang suci, melihat dari kapabelitasnya sebagai seorang ulama kontemporer, tidak diragukan lagi keahliannya dalam menafsirkan Alquran.
C. Metode Penafsiran
Setidaknya, menurut pakar tafsir al-Azhar University, Dr. Abdul Hay al-Farmawi, dalam penafsiran Alquran dikenal empat macam metode tafsir, yakni metode tahlili, metode ijmali, metode muqaran, dan metode maudhu’i.[6] Tafsir Al-Mishbah secara khusus, agaknya dapat dikategorikan dalam metode tafsir tahlili.
Metode tafsir tahlili merupakan cara menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan mendeskripsikan uraian-uraian makna yang terkandung dalam ayat-ayat Alquran dengan mengikuti tertib susunan surat-surat dan ayat-ayat sebagaimana urutan mushaf Alquran, dan sedikit banyak melakukan analisis di dalamnya: dari segi kebahasaan, sebab turun, hadis atau komentar sahabat yang berkaitan, korerasi ayat dan surat, dll.[7]
            Secara khusus, biasanya ketika Quraish Shihab menafsirkan Alquran, menjelaskan terlebih dahulu tentang surat yang hendak ditafsirkan: dari mulai makna surat, tempat turun surat, jumlah ayat dalam surat, sebab turun surat, keutamaan surat, sampai kandungan surat secara umum. Kemudian Quraish Shihab menuliskan ayat secara berurut dan tematis, artinya, menggabungkan beberapa ayat yang dianggap berbicara suatu tema tertentu. Selanjutnya, Quraish Shihab menerjemahkan ayat satu persatu, dan menafsirkannya dengan menggunakan analisis korelasi antar ayat atau surat, analisis kebahasaan, riyawat-riwayat yang bersangkutan, dan pendapat-pendapat ulama telah terdahulu.
            Dalam hal pengutipan pendapat ulama lain, Quraish Shihab menyebutkan nama ulama yang bersangkutan. Di anara ulama yang menjadi sumber pengutipan Quraish Shihab adalah Muhammad Thahir Ibnu `Asyur dalam tafsirnya at-Tahrir wa at-Tanwir;[8] Muhammad Husain ath-Thabathaba’i dalam tafsirnya al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an;[9] al-Biqa’i; asy-Sya`rawi; al-Alusi; al-Ghazali; dll. Walau dalam menafsirkan Alquran, Quraish Shihab sedikit banyaknya mengutip pendapat orang lain, namun sering kali dia mencantumkan pendapatnya, dan dikontektualisasi pada keadaan Indonesia.
D. Corak Penafsiran
            Dalam menentukan corak tafsir dari suatu kitab tafsir, yang diperhatikan adalah hal yang dominan dalam tafsir tersebut. Menurut Dr. Abdul Hay al-Farmawi menjelaskan bahwa dalam tafsir tahlili ada beberapa corak penafsiran, yakni tafsir bi al-Ma`tsur, tafsir bi ar-Ray`, tafsir ash-Shufi, tafsir al-Fiqhi, tafsir al-Falsafi, tafsir al-`Ilmi, dan tafsir al-Adabi al-Ijtima`i.[10]
            Dari pengamatan penulis pada Tafsir al-Mishbah, bahwa tafsir ini bercorak tafsir al-Adabi al-Ijtima`i. Corak tafsir ini terkonsentrasi pada pengungkapan balaghah dan kemukjizatan Alquran, menjelaskan makna dan kandungan sesuai hukum alam, memperbaiki tatanan kemasyarakatan umat, dll.[11]
            Dalam Tafsir al-Misbah, hal ini sangat jelas terlihat. Sebagai contoh, ketika Quraish Shihab menafsirkan kata هَوْنًا dalam surat al-Furqan ayat 63. Quraish Shihab menjelaskan:
“Kata (هَوْنًا) haunan berarti lemah lembut dan halus. Patron kata yang di sini adalah mashdar/indefinite noun yang mengandung makna “kesempurnaan”. Dengan demikian, maknanya adalah penuh dengan kelemahlembutan.
Sifat hamba-hamba Allah itu, yang dilukiskan dengan (يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْناً) yamsyuna `ala al-ardhi haunan/berjalan di atas bumi dengan lemah lembut, dipahami oleh banyak ulama dalam arti cara jalan mereka tidak angkuh atau kasar. Dalam konteks cara jalan, Nabi Saw. mengingatkan agar seseorang tidak berjalan dengan angkuh, membusungkan dada. Namun, ketika beliau melihat seseorang berjalan menuju arena perang dengan penuh semangat dan terkesan angkuh, beliau bersabda: “Sungguh cara jalan ini dibenci oleh Allah, kecuali dalam situasi (perang) ini.” (HR. Muslim).
Kini, pada masa kesibukan dan kesemrawutan lalu lintas, kita dapat memasukkan dalam pengertian kata (هَوْنًا) haunan, disiplin lalu lintas dan penghormatan terhadap rambu-rambunya. Tidak ada yang melanggar dengan sengaja peraturan lalu lintas kecuali orang yang angkuh atau ingin menang sendiri sehingga berjalan dengan cepat dengan melecehkan kiri dan kanannya.
Penggalan ayat ini bukan berarti anjuran untuk berjalan perlahan atau larangan tergesa-gesa. Nabi Muhammad Saw. dilukiskan sebagai yang berjalan dengan gesit, penuh semangat, bagaikan turun dari dataran tinggi.”[12]
            Dari sini jelas, usaha Quraish Shihab untuk memperbaiki tatanan kehidupan sosial sungguh kuat, sehingga masalah disiplin lalu lintas pun disinggung dalam tafsirannya, walau pun mungkin sebagai contoh. Jadi wajar dan sangat pantas sekali, kalau tafsirnya ini digolongkan dalam corak al-Adabi al-Ijtima`i.
E. Contoh Tafsiran
            Untuk menjelaskan contoh tafsiran Quraish Shihab, penulis mengambil salah satu ayat, yakni surat al-An`am ayat 2:
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن طِينٍ ثُمَّ قَضَى أَجَلاً وَأَجَلٌ مُّسمًّى عِندَهُ ثُمَّ أَنتُمْ تَمْتَرُونَ.
            Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukan-Nya ajal dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan di sisi-Nya, kemudian kamu masih terus-menerus ragu-ragu.[13]
            Dalam hal ini, penulis terkonsentrasi pada “sesudah itu ditentukan-Nya ajal dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan di sisi-Nya”. Menurut Quraish Shihab, pendapat yang terkuat tentang arti ajal adalah ajal kematian dan ajal kebangkitan karena biasanya Alquran menggunakan kata ajal bagi manusia dalam arti kematian. Ajal yang pertama adalah kematian, yang paling tidak dapat diketahui oleh orang lain yang masih hidup setelah kematian seseorang. Sedangkan ajal yang kedua adalah ajal kebangkitan, yang tidak diketahui kecuali oleh Allah SWT.[14]
            Untuk memperkuat ini, kembali ditegaskan oleh Quraish bahwa pembentukan diri manusia, dengan segala potensi yang dianugrahkan Allah, menjadikan dia dapat hidup dengan normal, bisa jadi sampai seratus atau seratus dua puluh tahun; inilah yang tertulis dalam lauh al-mahwu wa al-itsbat. Tetapi semua bagian dari alam raya memiliki hubungan dan pengaruh dalam wujud atau kelangsungan hidup makhluk. Bisa jadi, faktor-faktor dan penghalang yang tidak diketahui jumlahnya itu saling memengaruhi dalam bentuk yang tidak kita ketahui sehingga tiba ajal sebelum berakhir waktu kehidupan normal yang mungkin bisa sampai pada batas100 atau 120 tahun itu.[15]
            Quraish kembali menjelaskan, hal inilah yang dimaksud sementara ulama Ahlus Sunnah dinamai dengan qadha’ muallaq dan qadha’ mubram. Ada ketetapan Allah yang bergantung dengan berbagai syarat yang bisa jadi tidak terjadi karena berbagai faktor, antara lain karena doa, dan ada juga ketetapan-Nya yang pasti dan tidak dapat berubah sama sekali.[16]      
F. Komentar Ulama
            Jika dilihat berbagai situs, akan didapati banyak sekali pujian buat Tafsir al-Mishbah ini. Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, satu kesepakatan, bahwa satu-satunya buku tafsir Indonesia yang paling banyak diminati adalah Tafsir al-Mishbah: dari mulai kalangan menengah sampai kalangan terdidik.
            Dari sini, wajar ketika pemerhati karya tafsir Nusantara, Howard M. Federspiel, merekomendasikan bahwa karya-karya tafsir M. Quraish Shihab pantas dan wajib menjadi bacaan setiap Muslim di Indonesia sekarang.
KH. Abdullah Gymnastiar – Aa Gym menjelaskan, “Setiap kata yang lahir dari rasa cinta, pengetahuan yang luas dan dalam, serta lahir dari   sesuatu yang telah menjadi bagian dirinya niscaya akan memiliki kekuatan daya sentuh, daya hunjam dan daya dorong bagi orang-orang yang menyimaknya. Demikianlah yang saya rasakan ketika membaca tulisan dari guru yang kami cintai, Prof. Dr. M. Quraish Shihab.” Hj. Khofifah Indar Parawansa, “Sistematika tafsir ini sangat mudah dipahami dan tidak hanya oleh mereka yang mengambil studi Islam khususnya tetapi juga sangat penting dibaca oleh seluruh kalangan, baik akademis, santri, kyai, bahkan sampai kaum muallaf.”
Ir. Shahnaz Haque, “Membaca buku-buku M. Quraish Shihab, kita sangat beruntung karena pakar ini berani dan mampu membuka kerang dan menunjukkan mutiara-mutiara yang ada di dalamnya, hal yang memang dicari oleh umat yang sedang dahaga akan bantuan serta keindahan.” Chrismansyah Rahadi – Chrisye, “Kebebasan untuk menafsirkan sesuai dengan kemampuan pemikiran kita, tentunya dengan dasar-dasar Al-Quran dan Hadits, dan berpijak pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah SWT. Penulisannya sangat komunikatif dan dapat dibayangkan visualisasinya.” Ala kulli hal, tafsir ini sangat bermanfaat dan penting untuk dibaca dan dikaji.
G. Analisis Kelebihan dan Kelemahan
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa Tafsir al-Mishbah adalah tafsir yang sangat penting di Indonesia, yang tentunya memiliki banyak kelebihan. Di antaranya:
  1. Tafsir ini sangat kontekstual dengan kondisi ke-Indonesiaan, dalamnya banyak merespon beberapa hal yang aktual di dunia Islam Indonesia atau internasional.
  2. Quraish Shihab meramu tafsir ini dengan sangat baik dari berbagai tafsir pendahulunya, dan meraciknya dalam bahasa yang mudah dipahami dan dicerna, serta dengan sistematika pembahasan yang enak diikuti oleh para penikmatnya.
  3. Quraish Shihab orang yang jujur dalam menukil pendapat orang lain, ia sering menyebutkan pendapat pada orang yang berpendapat.
  4. Quraish Shihab juga menyebutkan riwayat dan orang yang meriwayatkannya. Dan masih banyak keistimewaan yang lain.
  5. Dalam menafsirkan ayat, Quraish tidak menghilangkan korelasi antar ayat dan antar surat.
Dengan segala kelebihan yang dimiliki oleh Tafsir al-Mishbah, tafsir ini juga memiliki berbagai kelemahan, diantaranya;
  1. Dalam berbagai riwayat dan beberapa kisah yang dituliskan oleh Quraish dalam tafsirnya, terkadang tidak menyebutkan perawinya, sehingga sulit bagi pembaca, terutama penuntut ilmu, untuk merujuk dan berhujjah dengan kisah atau riwayat tersebut. Sebagai contoh sebuah riwayat dan kisah Nabi Shaleh dalam tafsir surat al-A`raf ayat 78.[17]
  2. Menurut sebagian sementara Islam di Indonesia, beberapa penafsiran Quraish dianggap keluar batas Islam, sehingga tidak jarang Quraish Shihab digolongkan dalam pemikir liberal Indonesia. Sebagai contoh penafsirannya mengenai jilbab, takdir, dan isu-isu keagamaan lainnya. Namun, menurut penulis sendiri, tafsiran ini merupakan kekayaan Islam, bukan sebagai pencorengan terhadap Islam itu sendiri.
H. Penutup
            Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal: pertama, nama lengkap Tafsir al-Mishbah adalah Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, terdiri dari 30 juz Alquran, dan lima belas volume.
            Kedua, nama pengarang tafsir ini adalah Muhammad Quraish Shihab bin Abdurrahman Shihab, seorang ulama kontemporer Indonesia yang menuntut ilmu di Universitas tertua di dunia, al-Azhar University, lahir di Sulawesi Selatan, dan sekarang masih akhtif menulis dan memberikan kontribusi positif bagi umat Islam, khususnya Indonesia.
            Ketiga, metode yang digunakan dalam Tafsir al-Mishbah adalah metode tahlili, sedangkan corak yang digunakan corak tafsir al-Adabi al-Ijtima`i.
            Keempat, kelebihan dalam Tafsir al-Mishbah sangat banyak sekali, kalau pun ada kekurangannya tidak dapat menghilangkan kelebihannya yang sangat dominan. Oleh sebab itu, tidak jarang ulama kontemporer memuji tafsir tersebut, atau bahkan menjadikannya rujukan studi Islam secara ilmiah, dan dijadikan hujjah. 
Allahu a`lam.
DAFTAR PUSTAKA
Ibn `Asyur, Muhammad ath-Thahir. Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir. Tunis: Dar as-
Suhnun, 1997.
Al-Farmawi, Abdul Hayy. al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’i. Kairo: Dar ath-
thaba’ah wa an-Nasyr al-Islami, 2005.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an.
Bandung: Lentera Hati, 2009. Volume IX.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an.
Bandung: Lentera Hati, 2009. Volume IV.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an.
Bandung: Lentera Hati, 2009. Volume III
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat. Bandung: Al-Mizan, 1999.
Ath-Thabathaba’i, Muhammad Husain. al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an. Bairut:
Muassasah al-A`lami li al-Mathbu`at, 1991.